Sabtu, 19 Januari 2013

Pendahuluan Memahami Cinta Dalam Perspektif Islam ,



Bagi sebagian orang kata ‘Cinta’ bisa membawa mereka berselancar dalam ombak melankolisme dan seolah semua lagu yang berbau cinta dapat menjadi soundtrack hidup mereka, akan tetapi penulis tidak termasuk kedalam sebagian orang itu. Mungkin dikarenakan penulis kurang peduli terhadap hal yang bersifat roman picisan. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan Cinta itu? Sayangnya tidak ada satu pun disiplin ilmu yang mampu memberikan definisi tentang apa itu cinta. Kalaupun ada itu hanya ada dalam Ilmu Tashawuf dan itu pun hanya berupa pendekatan yang coba dilakukan oleh para Shufi yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan yang kentara.  Menurut penulis ini dikarenakan ‘Cinta’ adalah sebuah realita empirik yang memiliki tingkat subjektifitas yang begitu tinggi sehingga masing-masing individu memiliki interpretasi tersendiri terhadap makhluk yang bernama ‘Cinta’ itu.
Begitu luar biasanya Cinta itu sampai-sampai dapat menjadi ‘sihir’ bagi siapapun yang mengalaminya. Seorang yang bermental preman mendadak bisa menjadi melow karena sihir itu. Kalau penulis meminjam istilah Gombloh, dia mengatakan “Jika Cinta sudah melekat, Tai kotok terasa coklat”. Jika kita mengejar istilah Gombloh itu dengan menggunakan logika, maka kita akan timbul pertanyaan dalam benak kita bahwa “Lho? Mengapa bisa seperti itu? Bukankah itu adalah dua hal yang berbeda? Lantas mengapa bisa mempunyai rasa yang sama?” mungkin dari sini kita dapat menarik sebuah pemahaman bahwa Cinta adalah sugesti yang berada diluar logika. Ketika bicara Cinta maka logika terpinggirkan. Benarkah demikian? Kalau begitu persis dengan sebuah judul lagu yang dibawakan oleh penyanyi Agnes Monica “Tak ada Logika”
Lantas bisakah kita bermain Cinta dengan menggunakan Logika? Mengapa Tidak? Jangan hanya karena mengatasnamakan cinta kemudian kita terperangkap dalam suasana yang malah kontraproduktif terhadap kehidupan kita sebagai manusia. Misalnya karena putus cinta atau Kita menyatakan cinta pada seseorang namun Dayung itu tak bersambut—Dengan kata lain ditolak—Kemudian kita berasumsi seolah dunia ini sudah berakhir. Hi come on! Life must go on. Inilah yang menurut penulis adalah salah satu dampak negatif Cinta yang berlebihan kepada Makhluk. Mencintai sesuatu yang belum tentu membalas Cinta kita dan kalau pun membalas terkadang tidak disertai ketulusan atau hanya menyajikan “Status Palsu” bagi kita seperti sebuah Lagu yang dinyanyikan oleh Vidi Aldiano. Lantas kepada siapakah kita harus mencinta dan kita sudah mendapat jaminan bahwa cinta kita akan terbalas?.
Ada Sang Pecinta sejati. Meskipun yang Dia cintai tidak mencintai Dia tapi Dia tetap mencinta. Dia tidak mengurangi jumlah hembusan nafas mereka walaupun mereka tidak mencintaiNya. Dia tidak mengurangi takaran rejeki mereka walaupun mereka tidak membuktikan kesetiaan kepadaNya. Dia tidak cepat marah walaupun mereka banyak berpaling dariNya. Dia tidak lekas cemburu walaupun hamba yang Dia cintai lebih mempedulikan selainNya. Dia selalu membuka pintu maaf bagi hamba yang ingin kembali padaNya dan menyimpan kembali Cinta yang seharusnya itu pada tempatnya.
Dialah Allah yang apabila kita menaruh rasa cinta tulus kita kepadaNya, Dia tidak akan pernah menolaknya. Dia yang selalu membalas Cinta hambaNya lebih besar dari yang hambaNya berikan. Dia adalah Penawar dikala hati gundah dan Penabur kalbu dikala hati rindu. Dia adalah tempat mengadu jika hidup terasa tak syahdu. Dia selalu setia meski terkadang banyak hamba yang mengaku mencintaiNya malah mengkhianatiNya. Dialah Allah Tuhan semesta alam yang mengadakan kita dari ketiadaan. Dialah Allah Rabb sejati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar