Apakah
menikah dapat dikategorikan sebagai sebuah pengkhianatan Cinta kepada Allah?
Tentu saja tidak, sebab sejatinya Cinta kepada Allah dan Cinta kepada makhluk
yang direpresentasikan dalam pernikahan adalah range yang berbeda. Yang pertama
adalah Cinta makhluk kepada KhalikNya dan Yang kedua merupakan Cinta makhluk
kepada makhluk yang tidak menjadikan dosa asalkan tidak mengancam posisi Cinta
kepada Allah. Hanya saja ketika kita harus memilih antara Menikah atau
Melajang, manakah yang harus kita prioritaskan?
Dalam hal ini
Sayyid Bakri Al Makii mengatakan dalam syarahnya terhadap Kitab Hidayatul Adzkiyaa yang beliau beri nama
Kifaayatul Atqiyaa Minhajul Ashfiyaa,
bahwa ketika kita tidak dapat menemukan sosok pasangan yang tidak dapat
menolong kita untuk mencintai dan taat kepada Allah maka pada saat itu kita
harus lebih memilih untuk melajang. Sebab ketika pasangan kita tidak mampu
untuk melakukan itu maka nantinya dia akan jadi penghalang cinta kita kepada
Allah. Dalam hal ini Rasul mengatakan “Man razaqullahu imraatan shalihatan
faqad a’anahu ‘ala syathra diinihi” (Al
Hadist) “Barang siapa yang oleh Allah diberi rejeki dengan diberikan
pasangan wanita shalihah—jika wanita diberikan rejeki pria shaleh—maka Allah
telah menolong setengah agamanya (Al
Hadist). Malah Syaikh Abu Sulaiman Ad Daraani mengatakan bahwa Wanita yang
shalehah bukan merupakan bagian dari dunia dikarenakan dia akan dapat
menenggelamkan pasangannya dalam kehidupan akhirat.
Diskursus
mengenai keutamaan Menikah atau Melajang pun menarik perhatian beberapa Mujtahid
Mutlak yang diantaranya adalah Imam Syafi’i dan Imam Hanafi. Imam Syafi’i
mengatakan bahwa Melajang dalam pengertian untuk lebih memprioritaskan diri
dalam mengerjakan ibadah sunnah adalah lebih utama dari pada Menikah sebab
menurut beliau Menikah adalah bagian dari perkara mubah dan bukan bagian dari
ibadah. Akan tetapi Imam Hanafi mengatakan bahwa Menikah lebih utama dari pada
melajang sebab menurut beliau itu merupakan ibadah karena didalamnya ada maksud
untuk memperbanyak keturunan dan Umat Islam. Dan untuk menengahi perbedaan
pendapat ini Imam Ghazali mengatakan dalam Kitabnya yang fenomenal Ihyaa ‘Ulumuddiin bahwa sebenarnya dalam
mengukur utama atau tidaknya Melajang atau Menikah adalah sesuai situasi dan
kondisi. Ketika seseorang sudah mampu untuk mencari rejeki yang halal, sudah
mampu untuk membiayai pernikahan, dan sudah mengetahui pengetahuan yang cukup
tentang kehidupan berumah tangga, dapat sabar dalam menghadapi pasangan,
pasangan yang dia miliki tidak dapat menolehkannya dari Cinta kepada Allah,
maka ketika kriteria ini sudah ada, pada saat itu pula Menikah lebih utama
baginya. Namun ketika salah satu diantaranya belum terpenuhi maka baginya
Melajang lebih utama.
Artinya
Menikah bukanlah sesuatu yang dilarang sepanjang tidak mengalihkan Cinta kita
kepada Allah, sebab sejatinya pernikahan adalah lembaga sosial yang
diorientasikan untuk memupuk Cinta kita kepada Sang Khalik. Meskipun Cinta pada
awalnya adalah pondasi dalam membangun sebuah mahligai pernikahan akan tetapi
jangan sampai Cinta itu mendominasi Cinta kita kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar