Sabtu, 19 Januari 2013

Menikah ataukah Melajang?



            Apakah menikah dapat dikategorikan sebagai sebuah pengkhianatan Cinta kepada Allah? Tentu saja tidak, sebab sejatinya Cinta kepada Allah dan Cinta kepada makhluk yang direpresentasikan dalam pernikahan adalah range yang berbeda. Yang pertama adalah Cinta makhluk kepada KhalikNya dan Yang kedua merupakan Cinta makhluk kepada makhluk yang tidak menjadikan dosa asalkan tidak mengancam posisi Cinta kepada Allah. Hanya saja ketika kita harus memilih antara Menikah atau Melajang, manakah yang harus kita prioritaskan?
            Dalam hal ini Sayyid Bakri Al Makii mengatakan dalam syarahnya terhadap Kitab Hidayatul Adzkiyaa yang beliau beri nama Kifaayatul Atqiyaa Minhajul Ashfiyaa, bahwa ketika kita tidak dapat menemukan sosok pasangan yang tidak dapat menolong kita untuk mencintai dan taat kepada Allah maka pada saat itu kita harus lebih memilih untuk melajang. Sebab ketika pasangan kita tidak mampu untuk melakukan itu maka nantinya dia akan jadi penghalang cinta kita kepada Allah. Dalam hal ini Rasul mengatakan “Man razaqullahu imraatan shalihatan faqad a’anahu ‘ala syathra diinihi” (Al Hadist) “Barang siapa yang oleh Allah diberi rejeki dengan diberikan pasangan wanita shalihah—jika wanita diberikan rejeki pria shaleh—maka Allah telah menolong setengah agamanya (Al Hadist). Malah Syaikh Abu Sulaiman Ad Daraani mengatakan bahwa Wanita yang shalehah bukan merupakan bagian dari dunia dikarenakan dia akan dapat menenggelamkan pasangannya dalam kehidupan akhirat.
            Diskursus mengenai keutamaan Menikah atau Melajang pun menarik perhatian beberapa Mujtahid Mutlak yang diantaranya adalah Imam Syafi’i dan Imam Hanafi. Imam Syafi’i mengatakan bahwa Melajang dalam pengertian untuk lebih memprioritaskan diri dalam mengerjakan ibadah sunnah adalah lebih utama dari pada Menikah sebab menurut beliau Menikah adalah bagian dari perkara mubah dan bukan bagian dari ibadah. Akan tetapi Imam Hanafi mengatakan bahwa Menikah lebih utama dari pada melajang sebab menurut beliau itu merupakan ibadah karena didalamnya ada maksud untuk memperbanyak keturunan dan Umat Islam. Dan untuk menengahi perbedaan pendapat ini Imam Ghazali mengatakan dalam Kitabnya yang fenomenal Ihyaa ‘Ulumuddiin bahwa sebenarnya dalam mengukur utama atau tidaknya Melajang atau Menikah adalah sesuai situasi dan kondisi. Ketika seseorang sudah mampu untuk mencari rejeki yang halal, sudah mampu untuk membiayai pernikahan, dan sudah mengetahui pengetahuan yang cukup tentang kehidupan berumah tangga, dapat sabar dalam menghadapi pasangan, pasangan yang dia miliki tidak dapat menolehkannya dari Cinta kepada Allah, maka ketika kriteria ini sudah ada, pada saat itu pula Menikah lebih utama baginya. Namun ketika salah satu diantaranya belum terpenuhi maka baginya Melajang lebih utama.     
            Artinya Menikah bukanlah sesuatu yang dilarang sepanjang tidak mengalihkan Cinta kita kepada Allah, sebab sejatinya pernikahan adalah lembaga sosial yang diorientasikan untuk memupuk Cinta kita kepada Sang Khalik. Meskipun Cinta pada awalnya adalah pondasi dalam membangun sebuah mahligai pernikahan akan tetapi jangan sampai Cinta itu mendominasi Cinta kita kepada Allah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar