Sabtu, 19 Januari 2013

Memahami Cinta Dalam Perspektif Islam


Dzikir, Caraku mencintaiMu
            Dzikir memang terasa indah bagi siapapun yang mencoba untuk tenggelam didalamnya. Namun sangatlah jarang mereka yang dapat merasakan Halawah atau Kelezatan yang berbuah ketenangan ketika berada didalamnya. Ini mungkin disebabkan oleh tidak mendarah dagingnya Dzikir itu, bisa dipicu karena tidak paham akan maknanya atau pun bisa juga disebabkan karena banyak Ilah-ilah lain dalam hati mereka ketika berdzikir. Berarti ketika melakukan dzikir sangatlah diperlukan fokus dan konsentrasi yang baik agar perhatian kita tidak terbagi kepada selain Allah. Secara harfiah Dzikir ini berarti menyebut atau mengingat. Adalah suatu hal yang menjadi keharusan apabila Kita mencintai sesuatu maka Kita banyak mengingat dan menyebutnya dalam keadaan apapun yang kita alami. Begitupun dalam Konteks Mencurahkan Cinta kepada Allah, dalam keadaan suka atau pun duka, susah atau senang, sakit atau sehat, atau pun dalam keadaan lapang dan sempit sejatinya Dialah Allah yang harus kita ingat dan sebut melebihi kita mengingat dan menyebut apapun.
            Hal ini ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam Hadistnya “Man ahabba syaian aktsara min dzikrihi” (Al Hadist) “Barang siapa yang mencintai sesuatu pastilah dia banyak mengingat atau menceritakan apa yang dia cintai itu” (Al Hadist). Misalnya saja Remaja hari ini banyak membicarakan dan menyebut lawan jenis yang mereka sukai kepada kawan atau sahabat yang lain dengan melalui sebuah obrolan yang dinamakan Curhat atau Curahan Hati. Dari sini jika sedang senang-senangnya terhadap lawan jenis mereka, mereka banyak melontarkan pujian—meski kadang berlebihan—didepan kawan dan sahabat mereka. Padahal sejatinya ada sesuatu yang lebih pantas untuk dipuji bukan saja didepan kawan kita namun bahkan didepan semua orang, Dialah Allah. Sungguh ironis ketika ingatan kita lebih banyak menerawang kepada sesuatu selain Allah dan malah lupa terhadap Cinta pertama kita, Dzat yang menjadikan kita dari Ketiadaan.
            Dzikir merupakan perintah tersendiri dari Allah yang Dia abadikan dalam Alqur’an “Yaa ayyuhalladziina aamanuu dzkurullaha dzikran katsiiran wasabbihuuhu bukratan waashiila” (Al Ahzab:41-42) “Hai orang-orang yang beriman  berdzikirlah dengan menyebut nama Allah dengan sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepadaNya diwaktu pagi dan petang” (Al Ahzab:41-42). Dalam memberikan Tafsiran terhadap ayat ini Syaikh Nawawi Al Bantani mengatakan dalam Munirnya bahwa Dzikir itu dapat berupa Tahlil, Tahmid yang diucapkan oleh lisan atau pun hati kita. Dalam Ibadah yang lain Allah mensyaratkan terdapat batas minimal contohnya saja dalam shalat minimal tujuh belas rakaat dalam sehari semalam, akan tetapi tidak dalam Dzikir, Allah menyuruh Umat untuk berdzikir sebanyak-banyaknya tanpa batasan apa pun dalam suasana apapun, siang dan malam, didarat dan dilaut, dalam keadaan sehat atau sakit, dalam kesendirian atau pun dalam keramaian malah ketika dalam keadaan Taat atau pun Maksiat, karena jika kita berdzikir dalam keadaan Taat kepada Allah, maka semakin bertambahlah ketaatan kita. Dan jika kita berdzikir dalam keadaan Maksiat maka akan timbul rasa malu kepada Allah dan berhentilah Maksiat kita.
            Ibnu ‘Athaillah mengatakan bahwa Dzikir merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan bersihnya hati kita dari sifat ghaflah atau lupa kepada Allah yang direpresentasikan dengan kehadiran hati kita dengan Allah. Belaiu juga memiliki pendapat lain yang penulis kira memiliki cakupan yang lebih umum tentang Dzikir yaitu Dzikir adalah Membolak-balik nama yang kita ingat dengan lisan dan hati kita. Tentu yang harus kejar adalah bagaimana kita mengkondisikan hati kita agar senantiasa Tune in dengan Allah yang merupakan cinta yang paling utama yang dapat menyelamatkan kita sebab hanya Dia yang memiliki kesempurnaan yang kita idam-idamkan, berbeda dengan Cinta kepada selainNya yang dapat mengganggu Konsentrasi. Artinya ketika kita mengingat Allah maka itu kita sebut Dzikru Mahbuubil ‘Alaa atau Mengingat Yang Dicinta yang memiliki Keagungan namun jika kita ingat kepada sesuatu selain Allah, katakanlah itu lawan jenis yang kita Cintai maka itu kita sebut sebagai Dzikru Mahbuubish Shuar atau mengingat yang dicinta yang memiliki sifat yang kasat mata.
            Instrumen untuk membantu kita berdzikir sebenarnya sangatlah banyak. Sebut saja Membaca Alqur’an, Berbagai macam Wirid, Syair yang menceritakan tentang Ketuhanan, Lagu yang dapat mengantarkan kita kepada Ketauhidan, atau pun Hikayat-hikayat yang berisi nilai-nilai religi yang dapat membantu kita untuk berma’rifat kepada Allah. Dan tentunya Dzikir itu dapat dilakukan dengan berbagai macam anggota tubuh kita, bisa dengan lisan, dengan hati atau dengan anggota tubuh yang lain, atau bisa juga dengan seluruh anggota tubuh kita. Artinya kita bisa memiliki Tangan yang berdzikir, Kaki yang berdzikir, Dada yang berdzikir, Rambut yang berdzikir, bahkan Aliran darah kita pun dapat berdzikir. Imam Al Jaririi pernah berkata “Ada seseorang yang termasuk kedalam sahabatku. Setiap saat yang terbesit dan terucap dalam hati dan lisannya adalah Allah, namun malang suatu saat Kepalanya tertindih oleh batu besar, maka bercucuranlah darah segar dari kepalanya. Sambil meregang nyawa ternyata dia menulis lapadz Allah diatas tanah dengan darahnya yang masih segar itu”.

1 komentar:

  1. izin copy artikel-artikel. Dan izin membagi link artikelnya ya... Makasih sebelumnya

    BalasHapus