Dzikir,
Caraku mencintaiMu
Dzikir
memang terasa indah bagi siapapun yang mencoba untuk tenggelam didalamnya.
Namun sangatlah jarang mereka yang dapat merasakan Halawah atau Kelezatan yang berbuah ketenangan ketika berada
didalamnya. Ini mungkin disebabkan oleh tidak mendarah dagingnya Dzikir itu,
bisa dipicu karena tidak paham akan maknanya atau pun bisa juga disebabkan
karena banyak Ilah-ilah lain dalam
hati mereka ketika berdzikir. Berarti ketika melakukan dzikir sangatlah
diperlukan fokus dan konsentrasi yang baik agar perhatian kita tidak terbagi
kepada selain Allah. Secara harfiah Dzikir ini berarti menyebut atau mengingat.
Adalah suatu hal yang menjadi keharusan apabila Kita mencintai sesuatu maka
Kita banyak mengingat dan menyebutnya dalam keadaan apapun yang kita alami.
Begitupun dalam Konteks Mencurahkan Cinta kepada Allah, dalam keadaan suka atau
pun duka, susah atau senang, sakit atau sehat, atau pun dalam keadaan lapang
dan sempit sejatinya Dialah Allah yang harus kita ingat dan sebut melebihi kita
mengingat dan menyebut apapun.
Hal ini
ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam Hadistnya “Man ahabba syaian aktsara
min dzikrihi” (Al Hadist) “Barang
siapa yang mencintai sesuatu pastilah dia banyak mengingat atau menceritakan
apa yang dia cintai itu” (Al Hadist).
Misalnya saja Remaja hari ini banyak membicarakan dan menyebut lawan jenis yang
mereka sukai kepada kawan atau sahabat yang lain dengan melalui sebuah obrolan
yang dinamakan Curhat atau Curahan
Hati. Dari sini jika sedang senang-senangnya terhadap lawan jenis mereka, mereka
banyak melontarkan pujian—meski kadang berlebihan—didepan kawan dan sahabat
mereka. Padahal sejatinya ada sesuatu yang lebih pantas untuk dipuji bukan saja
didepan kawan kita namun bahkan didepan semua orang, Dialah Allah. Sungguh
ironis ketika ingatan kita lebih banyak menerawang kepada sesuatu selain Allah dan
malah lupa terhadap Cinta pertama kita, Dzat yang menjadikan kita dari
Ketiadaan.
Dzikir
merupakan perintah tersendiri dari Allah yang Dia abadikan dalam Alqur’an “Yaa
ayyuhalladziina aamanuu dzkurullaha dzikran katsiiran wasabbihuuhu bukratan
waashiila” (Al Ahzab:41-42) “Hai
orang-orang yang beriman berdzikirlah
dengan menyebut nama Allah dengan sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah
kepadaNya diwaktu pagi dan petang” (Al
Ahzab:41-42). Dalam memberikan Tafsiran terhadap ayat ini Syaikh Nawawi Al
Bantani mengatakan dalam Munirnya
bahwa Dzikir itu dapat berupa Tahlil, Tahmid yang diucapkan oleh lisan atau pun
hati kita. Dalam Ibadah yang lain Allah mensyaratkan terdapat batas minimal
contohnya saja dalam shalat minimal tujuh belas rakaat dalam sehari semalam,
akan tetapi tidak dalam Dzikir, Allah menyuruh Umat untuk berdzikir
sebanyak-banyaknya tanpa batasan apa pun dalam suasana apapun, siang dan malam,
didarat dan dilaut, dalam keadaan sehat atau sakit, dalam kesendirian atau pun
dalam keramaian malah ketika dalam keadaan Taat atau pun Maksiat, karena jika
kita berdzikir dalam keadaan Taat kepada Allah, maka semakin bertambahlah
ketaatan kita. Dan jika kita berdzikir dalam keadaan Maksiat maka akan timbul
rasa malu kepada Allah dan berhentilah Maksiat kita.
Ibnu
‘Athaillah mengatakan bahwa Dzikir merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan
bersihnya hati kita dari sifat ghaflah
atau lupa kepada Allah yang direpresentasikan dengan kehadiran hati kita dengan
Allah. Belaiu juga memiliki pendapat lain yang penulis kira memiliki cakupan
yang lebih umum tentang Dzikir yaitu Dzikir adalah Membolak-balik nama yang
kita ingat dengan lisan dan hati kita. Tentu yang harus kejar adalah bagaimana
kita mengkondisikan hati kita agar senantiasa Tune in dengan Allah yang merupakan cinta yang paling utama yang
dapat menyelamatkan kita sebab hanya Dia yang memiliki kesempurnaan yang kita
idam-idamkan, berbeda dengan Cinta kepada selainNya yang dapat mengganggu
Konsentrasi. Artinya ketika kita mengingat Allah maka itu kita sebut Dzikru Mahbuubil ‘Alaa atau Mengingat
Yang Dicinta yang memiliki Keagungan namun jika kita ingat kepada sesuatu
selain Allah, katakanlah itu lawan jenis yang kita Cintai maka itu kita sebut
sebagai Dzikru Mahbuubish Shuar atau
mengingat yang dicinta yang memiliki sifat yang kasat mata.
Instrumen
untuk membantu kita berdzikir sebenarnya sangatlah banyak. Sebut saja Membaca
Alqur’an, Berbagai macam Wirid, Syair yang menceritakan tentang Ketuhanan, Lagu
yang dapat mengantarkan kita kepada Ketauhidan, atau pun Hikayat-hikayat yang
berisi nilai-nilai religi yang dapat membantu kita untuk berma’rifat kepada
Allah. Dan tentunya Dzikir itu dapat dilakukan dengan berbagai macam anggota
tubuh kita, bisa dengan lisan, dengan hati atau dengan anggota tubuh yang lain,
atau bisa juga dengan seluruh anggota tubuh kita. Artinya kita bisa memiliki
Tangan yang berdzikir, Kaki yang berdzikir, Dada yang berdzikir, Rambut yang
berdzikir, bahkan Aliran darah kita pun dapat berdzikir. Imam Al Jaririi pernah
berkata “Ada seseorang yang termasuk kedalam sahabatku. Setiap saat yang
terbesit dan terucap dalam hati dan lisannya adalah Allah, namun malang suatu
saat Kepalanya tertindih oleh batu besar, maka bercucuranlah darah segar dari
kepalanya. Sambil meregang nyawa ternyata dia menulis lapadz Allah diatas tanah
dengan darahnya yang masih segar itu”.
izin copy artikel-artikel. Dan izin membagi link artikelnya ya... Makasih sebelumnya
BalasHapus