Dalam cinta terdapat
beberapa unsur yang menyusunnya. Ibnu Qayyim Al jauziyyah menyampaikannya secara gamblang dalam kitabnya
jawaabul kafii. Unsur yang dimaksud
itu adalah cinta selalu meninggalkan bekas dalam hati, cinta selalu memiliki
implikasi, cinta selalu memiliki ketergantungan, dan cinta pun memiliki hukum
atau aturan. Semua unsur itu bisa terpuji ataupun tercela, bisa bermanfaat atau
pun malah menimbulkan mudharat karena bisa berupa rasa, kenikmatan merasakan
rasa itu, bisa juga berupa rasa rindu, dan merasa nyaman ketika berada dengan
sesuatu yang kita cintai, merasa begitu ingin bertemu ketika yang kita cintai
jauh dari kita, Terkadang ada rasa ingin berpaling dan pergi, suka cita dan
kesenangan atau malah duka cita dan rasa merana. Inilah unsur yang menyusun
cinta yang mungkin semuanya sudah pernah kita alami karena tendensinya tentang
cinta pada selain Allah yang menjadikan kebanyakan orang begitu gandrung untuk
membahasnya.
Lebih jauh
Ibnu Qayyim mengatakan bahwa Cinta yang terpuji adalah cinta yang bermanfaat
yang dapat membawa Sang Pecinta kepada sesuatu yang bermanfaat baginya didunia
dan akhirat. Maka dari itu kita jangan sampai salah dalam menitipkan cinta
kita. Titipkanlah cinta kita pada pribadi yang pantas yang dapat bekerja sama
dengan kita dalam meraih kebahagiaan didunia hari ini maupun kelak diakhirat.
Misalnya saja cinta kepada Allah yang didasari oleh fondasi ketauhidan yang
kuat sehingga sampai mendarah daging dan tercipta kegandrungan hati dalam
mencintai Allah. Atau pun dalam memilih pasangan hidup, ikhtiar mutlak harus
kita lakukan agar tidak terjadi ketimpangan dalam hidup kita. Kita harus
berhati-hati dalam menjatuhkan pilihan siapakah yang berhak menerima cinta
kita. Cinta inilah yang menjadi indikasi kebahagiaan seseorang.
Cinta yang
tercela adalah cinta yang membawa Sang pecinta kepada kemudharatan didunia dan
diakhirat. Cinta kepada dunia adalah salah satu darinya, cinta ini merusak
cinta kita kepada Allah yang sejatinya merupakan fitrah kita sebagai manusia
sejati. Untuk apa kita terjerumus dalam cinta yang hina ini jika toh akhirnya dapat merusak fitrah kita.
Contoh lainnya semisal kegandrungan dalam mencintai lawan jenis pun dapat
merusak cinta kita pada Allah karena hati kita yang sempit itu didukuki oleh
sesuatu yang seharusnya tidak berada disitu. Cinta seperti ini menciptakan
kebingungan yang luar biasa pada Sang Pecinta dalam menjalaninya dan
kesengsaraan setelah menjalaninya, maka tidak usahlah kita mencoba-coba cinta
yang ini karena Cinta ini adalah indikasi celakanya Sang Pecinta.
Tentunya
orang yang masih mengaku dirinya waras tidak akan memilih cinta yang akan
membuatnya masuk dalam lembah kesengsaraan. Disinilah dibutuhkan kejernihan
hati dan pikiran serta ketenangan jiwa untuk melawan hawa nafsu yang senantiasa
menarik kita pada cinta yang hina ini. Jangan sampai logika dan hati terseret
nafsu berkepanjangan sehingga tentara logika dihancurkan oleh tentara nafsu,
sebab Motif yang mendasari cinta ini jika tidak I’tiqad yang buruk adalah hawa
nafsu yang tercela. Maka dari itu sejatinya setiap manusia harus memiliki
Manajemen Cinta dan Manajemen Hati yang baik.
Uraian diatas
menyampaikan kepada kita bahwa Implikasi setiap Cinta bergantung kepada pada
siapakah kita menitipkan dan mengejawantahkan cinta kita ini. Jika kita
mencurahkan cinta kita kepada sesuatu yang rapuh maka yang terjadi adalah
akibat-akibat yang akan membawa kemudharatan kepada kita dan begitu pun
sebaliknya jika kita mencurahkan cinta kita kepada sesuatu yang kuat dan kekal
maka kemanfaatan dari segenap penjuru akan menghampiri kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar